Yayasan Kesultanan Bangkalan Sindir Gelar Kehormatan Bupati Dan Wakil Bupati Bangkalan

banner 120x600

Bangkalan, cekpos.id – Peringatan Hari Jadi ke-494 Kabupaten Bangkalan pada bulan Oktober lalu berubah menjadi arena kontroversi menyusul penganugerahan gelar kehormatan kepada Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, dan Wakil Bupati, Moh. Fauzan Ja’far.

Gelar yang diberikan oleh Masyarakat Adat Nusantara (Matra) ini menuai kritik pedas dari salah satu lembaga resmi pemangku Yayasan Kesultanan Bangkalan (YKB).

Bupati Lukman Hakim dianugerahi gelar “Kanjeng Raden Panji Haryo Lukman Hakim Suroadiningrat,” sementara Wakil Bupati mendapatkan gelar “Kanjeng Raden Panji Moch. Fauzan Ja’far Noyo Adinagoro.”

Pemberian gelar ini dinilai telah mencederai pranata adat dan sejarah leluhur Keraton Bangkalan.

“Darah Leluhur Tidak Bisa Dibeli”
Tokoh keturunan dan ketua Yayasan Kesultanan Bangkalan, RP. Abd. Hamid Mustari, yang akrab disapa Kai menilai penganugerahan tersebut tidak berdasar dan diduga menyalahi tatanan adat serta mempermainkan nilai sejarah yang sakral.

“Pemberian gelar itu tidak berdasar dan hanya sebuah con-locon (lelucon). Darah leluhur tidak bisa dibeli. Gelar kebangsawanan itu hanya bisa disematkan kepada mereka yang benar-benar memiliki trah kerajaan,” tegas Kai kepada wartawan pada Selasa (28/10).

Kai menjelaskan bahwa penggunaan gelar kebangsawanan “Raden Panji” oleh pihak yang tidak memiliki silsilah sah adalah tindakan yang tidak memahami sejarah Keraton Bangkalan. Ia mengingatkan bahwa sistem monarki di Bangkalan secara resmi telah dibubarkan oleh Belanda pada 22 Agustus 1885, menyusul pembubaran Keraton Sumenep (1883) dan Pamekasan (1859).

“Kalau sudah bubar, lalu atas dasar apa gelar kebangsawanan bisa muncul lagi? Siapa yang berwenang? Ini jelas menabrak pranata adat dan trah kebangsawanan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Kai bahkan mengungkapkan adanya informasi bahwa gelar kehormatan tersebut diperoleh melalui proses “beli,” meskipun ia tidak mengetahui secara pasti siapa “makelar” dan berapa nilainya. Ia yakin bukan bangsawan Madura yang seperti itu.

Ia menyindir bahwa kegiatan semacam ini lebih mengedepankan “akal-akalan” daripada “roso” (rasa) yang menjadi filosofi budaya Nusantara.

Komitmen Budaya yang Kontradiktif
Menanggapi kontroversi ini, Bupati Lukman Hakim, dalam sambutannya saat menerima gelar di Pendopo Agung Bangkalan pada Kamis (23/10) malam, menyatakan bahwa gelar tersebut adalah simbol komitmen menjaga adat dan budaya lokal.

“Alhamdulillah, gelar kehormatan ini saya terima bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi sebagai bentuk komitmen kita bersama menjaga adat-budaya, persaudaraan, dan kemajuan Bangkalan,” ujar Lukman.

Namun, pernyataan ini dianggap kontradiktif oleh pemerhati budaya lokal. Mereka menilai, penerimaan gelar tanpa dasar keturunan dan pranata adat justru menunjukkan ketidakhormatan terhadap sejarah Bangkalan itu sendiri.

Penganugerahan yang diklaim sebagai “simbol persahabatan dan sinergi budaya nusantara” kini berubah menjadi sorotan masyarakat di tengah tema “Berbenah dan Berbudaya” yang diusung pemerintah daerah.

Kai menutup komentarnya dengan nada menohok: “Bangkalan bukan panggung sandiwara adat. Kalau bicara budaya, jangan main di tataran simbol, tapi pahami akar sejarahnya. Karena darah leluhur tak akan pernah bisa dibeli.”

Keprihatinan mendalam yang disuarakan oleh kalangan keluarga Dinasti Cakraningrat di Sembilangan terkait proses penganugerahan gelar kehormatan di Madura Barat adalah suatu sinyal darurat yang harus ditanggapi dengan sangat serius.

Sebagai Pengurus Hukum Adat Dinasti Madura, bapak Apt. R. Abdurrahman, S. Si, M. Farm., menegaskan bahwa sorotan ini muncul bukan tanpa alasan, melainkan karena proses tersebut dinilai melabrak sejumlah pranata adat Keraton Madura Barat yang kokoh.

“Saya harus menekankan, gelar dalam pandangan tradisi Madura sejati bukanlah sekadar tempelan atau pelengkap nama yang bisa diberikan sembarangan. Ia adalah lambang sakral, cerminan dari tanggung jawab moral dan sosial yang seyogianya diwariskan atau diberikan berdasarkan kaidah leluhur yang tidak boleh diganggu gugat,” ujar beliau dengan nada tegas.

Atas kejadian tersebut, R. Abdurrahman merasakan rasa sayang yang sama atas kemungkinan adanya pihak yang terlalu terburu-buru dalam memberikan penilaian dan mengusulkan penganugerahan gelar. Ini menunjukkan adanya kerentanan dalam memahami makna historis dan nilai spiritual dari gelar tersebut.

“Keprihatinan utama kami adalah, apakah proses ini sudah benar-benar berfokus pada penelusuran silsilah yang akurat serta penilaian terhadap kontribusi nyata yang telah diberikan kepada adat dan budaya Madura? Atau, jangan-jangan, kita justru terlalu menonjolkan aspek seremonial dan publikasi semata?,” Ucap beliau tegas.

Pihak keluarga Dinasti Madura khawatir, tanpa dasar adat yang kuat dan legitimasi silsilah yang jelas, gelar-gelar semacam itu berisiko besar untuk kehilangan makna dan martabatnya di mata masyarakat.

“Kami sangat mengkhawatirkan masyarakat akan menganggap gelar-gelar ini sebagai simbol yang kurang bernilai, yang pada akhirnya hanya akan mengindikasikan kurangnya pemahaman mendalam terhadap sejarah dan tata nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur Dinasti Cakraningrat,” lanjut beliau.

Mereka juga menjelaskan penting untuk diingat, bahwa kehormatan sejati tidak dapat dicari dengan mudah, pun tidak dapat diberikan tanpa landasan yang kuat.

“Kehormatan sejati itu hanya bersemi dari pemahaman yang tulus terhadap adat, ketulusan hati, dan keterikatan yang sah dengan akar budaya leluhur kita,” pungkas beliau.

Oleh karena itu, mereka berharap agar penegakan pranata adat terus dijaga dengan ketat. Apabila kaidah-kaidah leluhur terus-menerus diabaikan, mereka khawatir hal ini tidak hanya akan mengurangi nilai warisan Dinasti Cakraningrat, tetapi juga secara keseluruhan dapat merusak martabat darah biru Madura, dan pada akhirnya, gelar kehormatan yang diberikan akan kehilangan seluruh makna historisnya. Kami mengajak semua pihak untuk kembali merenungkan dan menghormati tradisi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *