Surabaya – Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) di Kabupaten Pati yang naik hingga 250% memicu gelombang penolakan masyarakat, dinilai tidak berpihak kepada kondisi ekonomi rakyat kecil dan menimbulkan keresahan, terutama di kalangan berpenghasilan menengah ke bawah. Sebagai bentuk aspirasi dan kontrol sosial menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati Pati pada Rabu, 13 Agustus 2025. Aksi demonstrasi di Kabupaten Pati beberapa pekan lalu menjadi inspirasi warga Provinsi Jawa Timur dari Pati ke Grahadi atau Bupati dari Provinsi Jawa Tengah ke Gubernur Jawa Timur. Ajakan Aksi massa bertajuk, “Demo turunkan Gubernur Jatim” mencuat di media sosial dijadwalkan digelar pada hari ini, Rabu 3 September 2025 pukul 10.00 WIB di depan Gedung Grahadi, Surabaya berslogan, “Sampai menang.”
Ajakan di sebarkan segelintir orang menyebutkan, “Rakyat Jawa Timur Menggugat.” Tiga isu lokal yang diusung : Menuntut penghapusan atau pengampunan tunggakan pajak kendaraan bermotor, Pengusutan korupsi dana hibah triliunan rupiah diduga melibatkan Gubernur, dan Penghapusan pungutan liar (pungli) di sekolah SMA/SMK Negeri Jawa Timur. Aksi dan tuntutan dijadikan ruang menyuarakan aspirasi di Taman Apsari beserta penggalangan seperti di Pati. Penegakan hukum harus menjadi dasar agar kebebasan berekspresi tidak disalahgunakan untuk menyebar narasi tanpa bukti demi kepentingan pribadi. Ajakan melalui platform media sosial Facebook dan Tik Tok (live) viral. Mengenai keabsahan aksi atau demonstrasi, pengamanan, dan langkah yang diambil statusnya masih, “Dugaan dan ajakan.”
Apakah faktanya telah terdokumentasi ? Bagaimana hasil audit catatan pajak, laporan KPK atau BPK sebagai dasar objektif aksi ? Benarkah etika peliputan framingnya menghakimi dan bersifat provokatif ? Apakah aksi demonstrasi sakit hati karena tidak di gubris atau tidak dipedulikan Gubernur ? Rencana aksi demonstrasi menuai kontroversi. Penggagasnya pernah mencalonkan diri menjadi caleg dari partai NasDem pada Pileg 2024 lalu, Dapil Jatim 1, namun kalah. Lantas, apa sikap Partai bentukan Surya Paloh menyikapi aksi 3 September 2025 ? Berdasarkan referensi didapat bahwa Partai NasDem tetap solid mendukung Khofifah dan Emil sejak Pemilihan Gubernur (Pilgub) hingga proses kepemimpinan di Jawa Timur. Penegasan diungkapkan dan penggagasnya sudah tidak lagi di Badan Advokasi Hukum, dan langkah yang dilakukan merupakan sikap pribadi tidak ada keterkaitan dengan Partai NasDem. Apakah tindakan penggagasnya menggunakan media sosial mengajak massa melanggar Kode Etik Advokat ? Ataukah berpotensi melanggar pidana dan ketentuan tentang UU ITE ? Sekilas tuntutan tampak wajar tetapi dibaliknya muncul pertanyaan besar. Apakah aksi demonstrasi murni suara rakyat, atau ada kepentingan politik sengaja menyusupkan agenda tertentu ? Mengapa tiga isu diangkat bersamaan ? Adakah agenda melengserkan Gubernur ? Pajak dan pungutan liar memang menjadi keluhan masyarakat tetapi ditambah lagi dengan kasus hibah. Persoalan kebijakan dapat dikaji ulang atau di evaluasi terkait pemangkasan dari sejumlah anggaran besar yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas Instruksi Presiden demi efisiensi belanja daerah ? Lantas itukah yang menjadi pemicu aksi penentangan ? Mohon maaf, “Jangan-jangan tidak murni suara rakyat, tapi suara segelintir orang yang merasa dipotong kepentingan karena anggarannya dipangkas.” Menilai kasus hibah ditangan KPK, dan KPK harus tegas dan transparan tidak berkutat pada DPRD Jawa Timur saja ! Kalau menggelar aksi demo, mengapa tidak ke KPK ?
Permasalahan diseret-seret ditengah isu pajak dan pendidikan, justru sorotannya tajam mengarah ke dugaan Gubernur Khofifah terlibat korupsi dana hibah. Namun, anehnya menggelar aksi di depan Grahadi. Betulkah nuansa politik dibaliknya ? Ataukah suatu sensasi untuk popularitas demi pencitraan ? Kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur sudah jelas bahwa Sekolah untuk SMA atau SMK Negeri gratis tetapi mengapa masih saja terjadi pungutan Liar