Surabaya – Sumpah Pemuda adalah sebuah ikrar bersejarah yang disampaikan pada Kongres Pemuda ke- II, diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Kongres dihadiri oleh para pemuda dari berbagai daerah dan suku di Indonesia yang memiliki tujuan bersama untuk memperkuat ikatan persatuan di tengah perbedaan budaya dan bahasa. Sebelum Kongres ditutup diperdengarkan lagu, “Indonesia Raya”
oleh Wage Rudolf Soepratman melalui lantunan biola di sambut sangat antusias oleh Peserta Kongres, selanjutnya sebuah naskah yang telah dirumuskan oleh Mohammad Yamin pertama kali dibacakan oleh Soegondo Djojopoespito, yakni :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Pada saat itu, kondisi bangsa dan negara masih dalam cengkeraman penjajahan Belanda. Kesadaran akan pentingnya persatuan muncul sebagai respons terhadap kondisi bangsa yang terpecah-belah karena perbedaan suku, bahasa, dan budaya.
Para pemuda dari berbagai organisasi seperti Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes dan organisasi kepemudaan lainnya berkumpul dan mendeklarasikan tekad untuk bersatu demi kemerdekaan Indonesia yang bertumpah darah satu, tanah air Indonesia. Berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan berbahasa yang satu yaitu bahasa Indonesia. Mencakup tiga poin utama pengakuan satu tanah air yaitu Indonesia, satu bangsa yaitu bangsa Indonesia dan menjunjung satu bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia.
Ikrar menjadi tonggak awal dalam perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia, harus diteladani dan
diwariskan pada generasi berikutnya tentang makna dari pengakuan tanah air, dan bangsa. Pada kalimat ketiga bukan mengaku tetapi menjunjung. Perlu dipahami bahwa pemilihan kata
“menjunjung merupakan hasil buah pemikiran yang bijak dari para pemuda pada saat itu sebagai bentuk patriotisme dan nasionalisme, dengan menjunjung bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia yang telah menempatkannya diatas bahasa daerah dan bahasa asing. Termaktub didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang telah diamanatkan.
Berbagai perilaku amoral, hedonisme, tindakan anarkis dan koruptif menjadi tontonan menarik diberbagai media massa dan media sosial sehingga bangsa dan negara ini kehilangan arah tuntunan. Sumpah Pemuda tidak semarak Peringatan Hari Kemerdekaan. Hal inilah yang menyebabkan seluruh lapisan masyarakat khususnya kaum pemuda sangat kurang bahkan tidak antusias dalam memperingati dan memaknai Sumpah Pemuda itu sendiri, apalagi di era milenial seperti sekarang ini, terlalu banyak generasi muda yang rasa nasionalismenya tergerus dan terkikis.
Pemuda dan pemudi adalah generasi bangsa, sejatinya memiliki peran yang sangat penting di dalam mengakselerasikan kemerdekaan yang sesungguhnya. Terjajah atau merdeka suatu bangsa dan negara tergantung dari para pemuda dan pemudinya karena masa depan bangsa dan negara ada dipundaknya.
Sumpah Pemuda merupakan manifestasi dari kepeloporan dan kepedulian untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa menjadi bangsa yang mandiri. Keberhasilan generasi terdahulu menyatukan hati dan pikiran segenap anak bangsa harus diteruskan oleh generasi sekarang sebagai bentuk menanamkan serta menumbuhkan semangat patriotisme, nasionalisme, kesadaran dan ikut berkontribusi meyakinkan harapan masa depan bangsa dan negara yang dicita-citakan.
Sumpah Pemuda menjadi pengingat bahwa semangat Sumpah Pemuda harus terus terjaga dalam hati, setiap generasi muda dan kebhinekaan bukanlah suatu perbedaan yang memisahkan, melainkan persatuan yang harus dijaga dan dipertahankan.
Semenjak bangsa dan negara ini yang katanya merdeka hingga saat ini, ditengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi ternyata, “Peringatan Hari Sumpah Pemuda” dimaknai hanya sebatas seremonial semata tanpa pengabdian pada bangsa dan negara.














