Diduga Jadi Korban Mafia Tanah, 7 Petani Di Kab. Mojokerto Merana

banner 120x600

Mojokerto,cekpos id – Sungguh tragis apa yang dialami oleh tujuh petani yang ada di Mojokerto. Berniat menjual aset tanahnya untuk bertahan dan mengubah kondisi ekonomi dimasa covid 19 pada tahun 2019 silam, namun pada kenyataanya para petani hingga kini hanya mendapatkan janji tanpa kepastian kapan haknya diberikan sepenuhnya.

kejadian ini menimpa tujuh petani yang berada di wilayah Kecamatan Puri dan Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Jum’at, tanggal 27 Juni 2025 sekitar pukul 15.10 WIB awak media cekpos menerima pengaduan ketujuh petani tersebut yang rata-rata sudah berusia 60 tahun lebih, namun masih semangat untuk berjuang demi mendapatkan hak dan keadilan yang sesungguhnya.

Menurut pengakuan dan keterangan para petani, kejadian berawal dari adanya informasi bahwa ada seseorang yang mengaku bernama AG (ipung) warga Surabaya yang membutuhkan lahan untuk dibuat kebutuhan mendirikan perusahaan dan informasi tersebut diterima para petani dari perangkat desanya yakni Kepala Dusun (Kasun).

Untuk menunjang kelancaran pendataan, maka sepakat membentuk panitia terdiri dari beberapa perangakat desa dari dua desa yang ada di Kecamatan Puri dan Kecamatan Dlanggu.

adapun yang di tunjuk sebagai ketua panitia yakni SY selaku Seketaris Desa (Sekdes) aktif saat itu. Adapun tugas dan wewenang panitia untuk mendata dan mengumpulkan dokumen kepemilikan tanah yang terdampak dan panitia berhasil mengumpulkan tiga puluh tujuh yang siap menjual tanahnya.

Dengan adanya pembentukan panitia tersebut maka terjadilah proses transaksi dan kesepakatan harga yang bervariatif mulai dari harga Rp. 600.000.000 hingga Rp. 750.000.000 per SHM.

Setelah terjadi kesepakatan harga, para petani menyerahkan SHM miliknya kepada panitia dan utusan dari panitia.

Proses awal transaksi para petani sama sekali tidak merasa kuatir dan menaruh kecurigaan, mengingat panitia adalah pamongnya sendiri yang notabene seorang pejabat desa. Maka dari itu, para petani sangat percaya mengikuti arahan dan aturan yang disampaikan.

Namun pada kenyataanya yang terjadi saat ini jauh dari apa yang diharapkan saat itu. Dari ketujuh petani tersebut mengaku menerima ada yang Rp. 200.000.000, ada yang Rp. 250.000.000 dari harga yang disepakati dengan panitia. Maka sudah jelas ada kekurangan yang harus diselesaikan panitia kepada para petani.

“Sudah 6 tahun saya meminta hak dari penjualan tanah itu kepada panitia. Tapi, hanya diberi janji. Maka, tidak ada cara lain, kami akan melakukan perlawanan dengan segala cara hingga hak kami diberikan sepenuhnya,” ungkap salah satu petani.

Dengan adanya kejadian ini masyarakat berharap ada perhatian dari pihak yang berwenang hingga aparat penegak hukum, sesuai amanah dan mandat presiden republik indonesia untuk memberantas para mafia tanah agar masyarakat merasa nyaman dan aman dalam melakukan transaksi jual beli tanah(bersambung).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *