Bangkalan, cekpos.id – Penanganan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kecamatan Blega, Bangkalan, kembali disorot tajam publik. Sembilan bulan berlalu sejak peristiwa itu dilaporkan, hingga kini belum ada titik terang dari penyidikan Satreskrim Polres Bangkalan.
Penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Bangkalan bahkan terpaksa melakukan pemanggilan ulang terhadap korban dan saksi-saksi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa proses hukum berjalan begitu lambat untuk kasus yang menyangkut masa depan anak.
Kanit PPA, Wahyu Saka, mengungkapkan pihaknya sudah berupaya melibatkan anggota DPRD Bangkalan asal Blega, As’ad. Namun, janji kehadiran legislator tersebut ke Mapolres Bangkalan hingga kini tak kunjung terealisasi.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pak As’ad. Katanya mau datang ke polres, tapi sampai sekarang tidak datang-datang. Kami berharap beliau hadir dengan membawa kades, korban, dan saksi-saksi,” tegas Wahyu Saka, Jumat (19/09/2025).
Kasus ini menyeret seorang guru berinisial S, pengajar di SLTP Negeri 2 Blega, yang diduga mencabuli siswi berinisial Bunga, warga Desa Rosep, Kecamatan Blega.
Kepala Desa Rosep, Munawwar, geram dengan lambannya kinerja aparat. Menurutnya, keterlambatan penyidikan bukan hanya merugikan korban, tapi juga memperlihatkan lemahnya komitmen penegakan hukum di Bangkalan.
“Sungguh sangat disayangkan, penyidikan Polres Bangkalan berlarut-larut. Sudah sembilan bulan kasus ini menggantung tanpa kepastian. Padahal ini menyangkut anak di bawah umur. Bagaimana masa depan anak itu kalau dibiarkan begini?” ujar Munawwar dengan nada kesal.
Keterlambatan penanganan kasus ini memicu kecurigaan publik bahwa ada indikasi pembiaran atau bahkan upaya melindungi pelaku yang berstatus guru negeri. Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah hukum hanya tajam ke bawah, namun tumpul ketika menyangkut orang yang punya posisi di lembaga pendidikan?
Hingga berita ini ditulis di media cekpos id . Sembari menunggu klarifikasi resmi dari pihak Polres Bangkalan.