Mojokerto, cekpos.id – Puluhan warga Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto pada hari Jum’at, tanggal 1 Agustus 2025 sekitar pukul 16.00 WIB berkumpul di Balai Desa Sumber Girang.
Kedatangan puluhan warga tersebut bermaksud mendengarkan keterangan dari perangkat dan mantan perangkat desa yang mengaku sebagai panitia penjualan tanah milik warga dusun sumberjo dan tempuran.
Kedatangan puluhan warga tersebut sempat mengagetkan dan menimbulkan pertanyaan dari Kepala Desa Sumber Girang yakni Siswayudi, mengingat pihaknya hanya melayangkan 7 undangan kepada petani yang belum terbayar sepenuhnya. Namun yang datang lebih dari undangan yang diberikan.
Petani yang tidak diundang namun datang ke balai desa berdalih bahwa tanah mereka juga belum terbayar sepenuhnya dan sejauh ini mereka hanya menerima janji-janji yang tak pasti hingga saat ini yang sudah menginjak 6 tahun lebih.
Dari tamu undangan yang hadir yakni dari panitia, Bhabinkamtibmas, Babinsa, Ketua BPD beserta notaris dan stafnya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak panitia mengatakan dan bersumpah bahwa pembayaran dari pembeli memang belum sepenuhnya diberikan dan sejauh ini sudah mengupayakan namun hasilnya belum sesuai harapan.
Untuk meyakinkan para petani, SY selaku salah satu panitia menunjukan lembar foto copy STP (surat tanda pelaporan) dari SATRESKRIM Polres Kab. Mojokerto dan yang dilaporkan yakni pembeli dari surabaya berinisial IKW, NW dan SWW.

Dalam penyampainnya, Siswahyudi juga mengutarakan bahwa dikarenakan ranah ini sudah masuk ke ranah hukum, maka selanjutnya tidak berharap ada keramaian atau pertemuan di balai desa terkait urusan penyelesaian jual beli tanah itu.
“Mengingat sudah bukan ranahnya lagi karena sudah ada pelaporan ke pihak kepolisian. Jika dalam waktu dekat ada panggilan dari pihak kepolisian jangan takut, saya siap mengantar dan mendampingi,” terang Kades Sumber Girang.
Dari upaya dan usaha panitia saat ini memang harus dihargai. Namun, kenapa langkah ini baru dilakukan sekarang. Kenapa tidak dari dulu ketika sudah tercium adanya pembayaran yang tidak terselesaikan berdasarkan kesepakatan harga antara pihak panitia dan pembeli atau mengambil langkah tegas dengan mendatangi notarisnya untuk menyampaikan bahwa pembayaran belum sepenuhnya diselesaikan oleh pihak pembeli kepada petani.
Andaikata itu dilakukan panitia, mungkin bisa jadi pihak notaris akan menunda pengesahan AJB (akta jual beli). Namun, pertanyaan itu tidak dijawab oleh panitia sampai berakhirnya acara pertemuan tersebut.
Dalam keterangannya beberapa waktu yang lalu, notaris yang berkantor ditengah kota Mojokerto itu, sebelum menanda tangani dan mengesahkan AJB dulu sekitar tahun 2020, sempat menanyakan kepada pihak panitia terkait pembayaran tanah itu. Dan pihak panitia mengatakan bahwa pembayarannya sudah beres dan terselesaikan dengan baik.
Namun, ternyata kenyataanya sekarang tidak seperti apa yang dikatakan panitia, dan kini SHM (sertifikat hak milik) para petani sudah beralih nama dan sudah diserahkan pihak notaris kepada pembelinya dan pihak notaris mengatakan sejauh ini sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik.
Maka yang terjadi saat ini, para petani merasakan kecemasan yang luar biasa mengingat tanahnya belum terbayar semua akan tetapi sertifikat tanahnya sudah beralih dan berganti nama orang lain dan selanjutnya para petani berharap akan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya dari pihak aparat penegak hukum demi tegaknya supermasi hukum yang ada di Indonesia.